Monday, 15 April 2019

Geometri Tertanam dalam Otak tanpa ‘Ditanam’

0 Comments
Geometri Tertanam dalam Otak tanpa ‘Ditanam’
  
Apakah pemahaman geometri dasar sudah dimiliki manusia sejak ia lahir? Pertanyaan ini sudah sering ditanyakan sejak berabad-abad yang lalu. Apakah manusia memiliki insting akan geometri tanpa mereka lalui pendidikan formal mengenai geometri? Plato, seorang filsuf Yunani, menjadikan seorang budaknya yang tidak mendapat pendidikan sebagai subjek tes-tes terkait geometri dan mendapatkan kesimpulan bahwa budaknya pasti telah selalu memiliki pengetahuan ini (pengetahuan geometri dibawanya sejak lahir). Pertanyaan diawal paragaraf ini juga memicu banyak sekali percobaan dan riset terkait pemahaman geometri.
Pemahaman dalam geometri dasar menurut saya mampu memicu seseorang untuk memahami ruang disekitarnya. Memiliki insting dan kemampuan dasar memahami titik, garis, bidang, volume, sudut, jarak, bentang, dan sebagainya tentu membantu sesorang memahami ruang dimana ia berada. Kemana ia dapat bergerak, apakan ia dapat kesana atau tidak, membedakan ruang satu dengan lainnya. Sedikit kemampuan ini mungkin membantu manusia untuk memahami arsitektur, kemampuan yang ia dapat dari insting geometri yang mungkin ia miliki sejak lahir. Lalu bayangkan, apakah jika arsitektur kita translasikan secara sederhana sebagai komposisi geometri maka iapun dapat secara mendasar dipahami oleh siapa saja?
Riset dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin oleh Stanilas Dehaene dari the Collège de France terhadap sebuah kelompok suku dalam Amazon yang terisolasi, dikenal sebagai Suku Munduruku (Gambar 1). 14 anak dan 30 orang dewasa Munduruku diminta menjalani serangkaian tes geometri. Dimulai dari memilih satu gambar yang terlihat ganjil dari total enam gambar. Hal ini diulangi 43 kali dengan set gambar yang berbeda (Gambar 2). Hasilnya memuaskan, bahkan mampu menyaingi siswa-siswi sekolah di Amerika dan Prancis. Hal ini menunjukkan adanya pemahaman terhadap konsep sudut siku-siku dan segitiga sama sisi pada Suku Munduruku tanpa mereka miliki dalam bahasa mereka istilah yang pasti untuk angka dan istilah-istilah geometri. membuktikan bahwa pemahaman akan geometri ‘mendarah daging’ dalam otak manusia tanpa adanya interupsi akan pelajaran formal mengenai geometri.
18lr7mk1yyyeijpgdiagram
Tes berbeda yang lebih praktikal juga dilakukan pada anak-anak dan orang dewasa Suku Munduruku. Mereka diminta untuk membaca sebuah peta untuk menemukan ‘harta karun’ rahasia. Mereka menunjukkan pemahaman terhadap garis dan bentuk dan menyelesaikan tes lagi-lagi sebaik murid-murid sekolah di Amerika. Disamping penelitian yang dilakukan oleh Stanilas Dehaene, penelitian lainnya terkait pemahaman geometri dilakukan oleh Pierre Pica, seorang kepala peneliti dari France’s National Center of Scientific Research terhadap Suku Munduruku. Dr. Pica pada awalnya melakukan tes-tes terkait geometri Euclidean. Namun, jauh setelah itu ia mulai mengenalkan dalam tesnya, sebuah bola (sphere). Yang menabjubkan, Suku Munduruku mampu mengenali bahwa pada sebuah bola, dua garis paralel dapat bertemu pada titik tertentu (geometri non-Euclidean) jauh lebih baik daripada murid-murid sekolah yang menerima pendidikan formal mengenai geometri. Penemuan ini memicu Dr. Pica mengungkapkan isi pikirannya bahwa apakah penekanan yang terlalu kuat pada geometri Euclidean di sekolah mungkin justru menjauhkan kita dari intuisi geometri natural kita?
Tes lain dilakukan pada 45 anak-anak di laboratorium di Cambridge untuk membuktikan apakah pemahaman geometri benar-benar telah tertanam sejak lahir. Salah satunya adalah mereka diminta untuk berdiri dalam sebuah area yang dibatasi oleh bidang-bidang membentuk segi-tiga. Satu waktu segi-tiga tersebut kehilangan sisinya, satu waktu kehilangan sudutnya. Anak-anak tersebut diberi peta yang sama untuk kedua kondisi segi-tiga untuk meletakkan boneka dititik-titik yang terletak dalam peta (Gambar 3). Anak-anak berhasil menganalisa arah dan jarak, serta sudut dan panjang sebuah sisi untuk mendapatkan informasi geometrik untuk dimana ia seharusnya meletakkan bonekanya.
13-12640-large
Kepekaan akan ruang rupanya memang dimiliki manusia sejak ia lahir. Bayi berumur 0-2 tahun telah mampu memahami konsep proximity, order, separation, dan enclosure dengan sederhana. Mereka bisa membedakan jauh dan dekat, benda apa yang dapat mereka raih, benda apa yang masuk kedalam genggaman, dan lain sebagainya. Sungguh menarik bukan? Intuisi yang rupanya kita miliki secara alami dalam memahami geometri dan ruang disekitar kita. Bagaimana intuisi alamiah tersebut mampu dipengaruhi oleh pendidikan formal yang kita dapat (tentunya berbeda bagi saya dan anda, dan bagi orang lain). Intuisi yang sebagian digunakan ketika kita berusaha memahami sebuah karya arsitektur.

No comments:

Post a Comment

 
back to top