MUNASABAH AYAT DALAM AL-QUR'AN
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam. Karena tanpa rahmat dan kasih sayang-Nya, kami tak akan dapat menyelesaikan makalah kami tepat pada waktunya. Dan tak lupa, sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada junjungan kita, nabi agung Muhammad SAW.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Ulum al-Qur’an pada semester I dengan mengangkat tema “munasabah”. Diharapkan, makalah ini akan dapat membuka pengetahuan pembaca mengenai ilmu munasabah dalam al-Qur’an yang tak banyak diketahui oleh masyarakat awam.
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Hidayat Noor, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Ulum al-Qur’an yang telah memberi kami kesempatan untuk memaparkan materi ini serta telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Juga, kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini, kami ucapkan terima kasih.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari adanya banyak kekurangan serta kesalahan yang bertebaran di dalamnya, maka kami harapkan kritik serta saran yang membangun sehingga di kemudian hari akan menjadi lebih baik. Kami berharap bahwa makalah ini akan bermanfaat bagi pembacanya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, ilmu-ilmu mengenai kitab suci umat islam, al-Qur’an al-Karim sudah tidak terlalu diminati oleh kaum pemuda. Padahal, kaum pemuda saat inilah yang akan menggantikan dan meneruskan estafet keilmuan pedoman umat islam tersebut. Padahal, dalam keeharian, al-Qur’an sangatlah berperan aktif dalam setiap aktivitas dalam masyarakat. Secara tidak sadar, ilmu al-Qur’an telah menjad bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat muslim, namun sayangnya, kajian mengenai perkembangan ulum al-Qur’an semakin banyak ditinggalkan.
Al-Qur’an sebagai pegangan hidup umat islam memegang peran yang sangat besar terhadap perkembangan keilmuan teologi islam karena al-Qur’an ialah sumber terbesa dan terpercaya dari seluruh disiplin ilmu pengetahuan baik agama maupun umum. Maka, kajian terhadap al-Qur’an seharusnya menjadi hal yang sangat menarik dan tak ada habismya.
Salah satu kajian dalam disiplin ilmu ini ialah “munasabah”. Istilah tersebut mungkin terdengar asing untuk kalangan awam, ataupun akademisi yang tidak berkecimpung di dunia ulum al-Qur’an. Hal ini tentulah sangat disayangkan mengingat betapa besarnya peran munasabah dalam penafsiran al-Qur’an.
Selama ini, kebanyakan orang lebih mengenal “asbab an-Nuzul” daripada “munasabah”. Padahal, dengan mengetahui sebab-sebab turunnya saja, para mufassir (ahli tafsir) masih mendapat kesulitan dalam menemukan tafsiran yang tepat mengenai suatu ayat atau surat dalam al-Qur’an. Dengan mengetahui munasabah dalam al-Qur’an, seseorang akan lebih mudah mengetahui maksud dari suatu ayat ataupun surat dalam al-Qur’an.
Hubungan antara ayat ataupun surat dalam al-Qur’an tentulah tidak disususn secara sembarangan karena setiap penyusunan dalam al-Qur’an memiliki makna yang saling berkaitan dan sangat membantu dalam penafsiran al-Qur’an. Bahkan, sebagian mufassir ada yang lebih mempercayai munasabah dalam al-Qur’an daripada asbab an-nuzul yang belum diketahui betul kebenarannya.
Maka, diharapkan bahwa para akademisi akan lebih mengenal dan memahami arti munasabah dalam al-Qur’an sehingga dapat menganalisa keterkaitan antar ayat, surat, maupun juz dalam al-Qur’an sehingga akan mempermudah mempelajari al-Qur’an dan mengkaji lebih dalam apa-apa yang terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan ilmiah.
Kami akan menjelaskan “munasabah” lebih rinci dalam makalah sederhana ini dengan berpatokan pada tiga pokok pembahasan yang sesuai dengan Rumusan Masalah dalam makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Munasabah?
2. Bagaimana pembagian golongan Munasabah dalam al-Qur’an?
3. Apa Urgensi mempelajari Munasabah
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui pengertian dari Munasabah.
2. Untuk mengetahui klasifikasi Munasabah dalam al-Qur’an.
3. Untuk mengetahui manfaat pembelajaran Munasabah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MUNASABAH
Secara etimologis, munasabah berarti al-musykalah dan al-muqarabah yang berarti “saling menyerupai” dan “saling mendekati”. Secara terminologis, munasabah berarti adanya keserupaan dan kedekatan diantara berbagai ayat, surat dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan. Hubungan tersebut bisa berbentuk keterkaitan makna ayat-ayat dan macam-macam hubungan atau keniscayaan adalah pikiran, seperti hubungan sebab dan musabab, hubungan kesetaraan dan hubungan perlawanan, munasabah juga dapat dalam bentuk penguatan, penafsiran dan penggantian.
Adapun pengertian munasabah yang lain adalah pengertian yang dikemukakan oleh para imam yaitu: Adapun menurut pengertian terminologi, munasabah dapat didefinisikan sebagai berikut:
Ø Menurut az-zarkasyi, munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala di hadapkan pada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
Ø Menurut Manna’ al-Qaththan, munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam suatu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antara surat di dalam al-Qur’an.[1]
Ø Menurut Ibnu al-Arabi, munasabah keterikatan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan keteraturan redaksi.
Selain itu, menurut Manna’ al-Qaththan munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam suatu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat dalam al-Qur’an. M. Quraisy Shihab memberi pengertian munasabah sebagai kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Qur’an, baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu ayat dengan yang lainnya. Al-Biqa’i menjelaskan bahwa ilmu munasabah al-Qur’an adalah suatu ilmu yang mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan susunan atau urutan-urutan bagian al-Qur’an, baik ayat dengan ayat ataupun surat dengan surat. Dengan demikian pembahasan munasabah adalah berkisar pada segala macam hubungan yang ada : seperti hubungan umum atau khusus, rasional dan sensual atau imajinatif, kausalitas, ‘illat dan ma’lul, kontradiksi dan sebagainya.
Timbulnya ilmu munasabah ini tampaknya bertolak dari fakta sejarah bahwa susunan ayat dan tertib surat demi surat al-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam mushaf sekarang (Mushaf Usmani atau Mushaf Imam), tidak didasarkan fakta kronologis. Kroologis turunnya ayat-ayat atau surat-surat al-Qur’an tidak diawali dengan Q. S al-Fatihah, tetapi diawali dengan lima ayat pertama dari Q. S al-‘Alaq. Surat yang kedua turun adalah Q. S al-Muddatsir. Sementara surat kedua dalam mushaf yang digunakan sekarang adalah Q. S al-Baqoroh.
B. MACAM-MACAM MUNASABAH
Berdasarkan kepada beberapa pengertian sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, pada prinsipnya munasabah al-Qur’an mencakup hubungan antar kalimat, antar ayat, serta antar surat. Macam-macam hubungan tersebut apabila diperinci akan menjadi sebagai berikut :
1. Munasabah antara surat dengan surat.
2. Munasabah antara nama surat dengan kandungan isinya.
3. Munasabah antara kalimat dalam satu ayat.
4. Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat.
5. Munasabah antara ayat dengan isi ayat itu sendiri.
6. Munasabah antara uraian surat dengan akhir uraian surat.
7. Munasabah antara akhir surat dengan awal surat berikutnya.
8. Munasabah antara ayat tentang satu tema.
Dalam upaya memahami lebih jauh tentang aspek-aspek munasabah yang telah diterangkan di atas akan diajukan beberapa contoh di bawah ini.
1. Munasabah Antara Surat dengan Surat
Keserasian hubungan atau mnasabah antar surat ini pada hakikatnya memperlihatkan kaitan yang erat dari suatu surat dengan surat lainnya. Bentuk munasabah yang tercermin pada masing-masing surat, kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya memuat tema sentral, sedangkan surat-surat lainnya menguraikan sub-sub tema berikut perinciannya, baik secara umum maupun parsial. Salah satu contoh yang dapat diajukan di sini adalah munasabah yang dapat ditarik pada tiga surat beruntun, masing-masing Q. S al-Fatihah (1), Q. S al-Baqarah (2), dan Q. S al-Imran (3).
Satu surah berfungsi menjelaskansurat sebelumnya, misalnya di dalam surat al-Fatihah / 1 : 6 disebutkan :
إهدنا الصراط المستقيم (6)
Artinya : “Tunjukilah kami jalan yang lurus” (Q. S al-Fatihah / 1 : 6)
Lalu dijelaskan dalam surat al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan :
تلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين( 2)
Artinya : “Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (Q. S al-Baqarah / 2 : 2)
2. Munasabah Antara Nama Surat dengan Kandungan Isinya
Nama satu surat pada dasarnya bersifat tauqifi (tergantung pada petunjuk Allah dan Nabi-Nya). Namun beberapa bukti menunjukkan bahwa suatu surat terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut. Para ahli tafsir sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-nama surat dengan isi atau uraian yang dimuat dalam suatu surat. Kaitan antara nama surat dengan isi ini dapat di identifikasikan sebagai berikut :
a. Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surat. Nama surat al-Fatihah disebut dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena kedudukannya.
b. Nama diambil dari perumpamaan , peristiwa, kisah atau peran yang menonjol, yang dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran itu sarat dengan ide. Di sini dapat disebut nama-nama surat : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan sebagainya.
c. Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-Ikhlas karena mengandung ide pokok keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan : al-Mulk mengandung ide pokok hakikat kekuasaan dan sebagainya.
d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang tersebar diberbagai surat. Contoh al-Hajj (dengan spesifik tema haji), al-Nisa’ (dengan spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata Nisa’ yang berarti kaum wanita adalah irrig keharmonisan rumah tangga.
e. Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surat, sekaligus untuk menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai huruf itu. Contohnya : Thaha, Yasin, Shad, dan Qaf.
3. Munasabah Antara Satu Kalimat dengan Kalimat Lainnya dalam Satu Ayat
Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat dilihat dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit yang jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah dalam tipe ini memperlihatkan irri-ciri ta’kid / tasydid (penguat / penegasan) dan tafsir / i’tiradh (interfretasi /penjelasan dan cirri-cirinya). Contoh sederhana ta’kid :
"فإن لم تفعلوا", diikuti "ولن تفعلوا" (Q.S al-Baqarah / 2:24).
Contoh tafsir:
سبحان الذي اسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسد الأقصى
Kemudian diikuti dengan (1:17/الإسراء) الذي باركنا حوله لنريه من اياتنا
Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘athaf’ dan terkadang tidak ada. Dalam konteks ini, munasabahnya terletak pada :
a. Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan atau larangan yang tak dapat diputus dengan fashilah. Salah satu contoh :
ولإن سألتهم من خلق السماوات والأرض___ليقولون الله___قل الحمد لله (لقمن 25)
b. Munasabah berbentuk istishrad (penjelasan lebih lanjut). Contoh :
يسألونك عن الأهله___قل هي___ (البقره 189)
c. Munasabah berbentuk nazhir / matsil (hubungan sebanding) atau mudhaddah / ta’kis (hubungan kontradiksi). Contoh :
ليس البر ان تولوا وجوهكم قبل المشرك والمغرب___ولكن البر___(البقرة 177)
4. Munasabah Antara Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat
Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surat tersebar sejumlah ayat, namun pada hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga membentuk fikiran serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh, ayat-ayat di awal Q. S al-Baqarah : 1 – 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran, serta kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan ketiga tipologi iman, kafir dan nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.
Misalnya surat al-Mu’minun dimulai dengan :
قد افلح المؤمنون
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.
Kemudian dibagian akhir surat ini ditemukan kalimat
انه لا يفلح الكافرون
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.
5. Munasabah Antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat Itu Sendiri
Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-Tamkin (mengukuhkan isi ayat), al-Tashdir (memberikan sandaran isi ayat pada sumbernya), al-Tawsyih (mempertajam relevansi makna) dan al-Ighal (tambahan penjelasan). Sebagai contoh :
فتبارك الله احسن الخالقين mengukuhkan ثم خلقنا النطفة علقة bahkan mengukuhkan hubungan dengan dua ayat sebelumnya (al-mukminun: 12-14).
6. Munasabah Antara Awal Uraian Surat dengan Akhir Uraian Surat
Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kimani bahwa Q. S al-Mu’minun di awali dengan (respek Tuhan kepada orang-orang mukmin) dan di akhiri dengan (sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang kafir). Dalam Q. S al-Qasash, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surat dengan Nabi Muhammad SAW yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada situasi yang dihadapi oleh Musa AS dan Muhammad SAW, serta jaminan Allah bahwa akan memperoleh kemenangan.
7. Munasabah Antara Penutup Suatu Surat dengan Awal Surat Berikutnya.
Misalnya akhir surat al-Waqi’ah / 96 :
فسبح باسم ربك العظيم
“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.
Lalu surat berikutnya, yakni surat al-Hadid / 57 : 1 :
سبح الله ما في السموات والأرض وهو الزيز الحكيم
“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
8. Munasabah Antar Ayat dengan Satu Tema
Munasabah antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi, pertama-tama dirintis oleh al-Kisa’i dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani menggunakan metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan karyanya yang berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya yang dinilainya paling bagus adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abdullah al-Razi dan Malak al-Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair.
Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah (tegaknya suatu kepemimpinan). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni Q. S al-Nisa’ / 4 : 34 :
الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم.
Dan Q. S al-Mujadalah / 58 : 11 :
يرفع الله الذين امنوا منكم والذين اوتو العلم درجات والله بما تعملون خبير.
Tegaknya qiwamah (konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa’) erat sekali kaitannya dengan faktor ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q. S an-Nisa’ menunjuk kata kunci “bimaa fadhdhala” dan “al-ilm”. Antara “bimaa fadhdhala” dengan “yarfa” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih yang muncul karena faktor ‘ilm.
Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi (tauqifi). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam kitab al-Qur’an.
C. URGENSI DAN MANFAAT MEMPELAJARI MUNASABAH
Mengenai hubungan antara suatu ayat / surat dengan ayat / surat lain (sebelum / sesudahnya), tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surat itu dapat pula membantu kita memahami dengan tepat ayat-ayat dan surat-surat yang bersangkutan. Ilmu al-Qur’an mengenai masalah ini disebut :
Ilmu ini dapat berpesan mengganti Ilmu Asbabun Nuzul, apabila kita tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu dengan ayat lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah : mana yang didahulukan antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan ayat lain. Seorang ulama bernama Burhanuddin al-Biqa’i menyusun kitab yang sangat berharga dalam ilmu ini, yang diberi nama :
Ada beberapa pendapat di kalangan ulama tentang : Ada yang berpendapat, bahwa setiap / surat selalu ada relevansinya dengan ayat / surat lain. Adapula yang berpendapat, bahwa itu tidak selalu ada hanya memang sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat ada hubungannya satu sama lain. Di samping itu, ada yang berpendapat, bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan surat lain.
Segolongan dari antara para ulama Islam ada yang berpendapat, bahwa ayat-ayat al-Qur’an itu satu dengan yang lain tidak ada hubungannya. Tetapi segolongan dari antara para ulama Islam ada yang berpendapat, bahwa ayat-ayat al-Qur’an itu satu dengan yang lain ada hubungannya.
Golongan yang pertama beralasan : oleh karena ayat-ayat al-Qur’an itu di dalam surat-suratnya tidak dijadikan berbab-bab dan berpasal-pasal dan pada nampaknya memang tidak teratur, bahkan kadang didapati satu ayat yang berisi perintah dengan satu ayat lain yang berisi larangan, yang di antaranya sudah diselingi ayat lain yang berisi qisshah, maka tidak mungkin jadi ayat-ayat itu satu dengan yang lain ada hubungannya. Selanjutnya dikatakan pula oleh mereka : “Bahwa perbuatan orang yang memperhubungkan suatu ayat dengan ayat yang lain itu, adalah suatu perbuatan yang memberatkan diri sendiri”.
Golongan yang kedua beralasan : oleh karena letak tiap-tiap ayat dan surat al-Qur’an itu dari sejak diturunkan sudah diatur dan ditertibkan oleh Allah SWT dan Nabi SAW, tinggal memerintahkan kepada para penulisnya pada waktu ayat-ayat itu diturunkan tentang letak dan tempatnya tiap-tiap ayat dan surat, maka sudah barang tentu pimpinan yang sedemikian itu mengandung arti, bahwa tiap-tiap ayat di dalam al-Qur’an itu satu dengan lainnya ada hubungannya.selanjutnya oleh mereka dikatakan : “Bahwa sekalipun pada lahirnya ayat-ayat al-Qur’an itu tidak teratur dan tidak tersusun, tetapi dalam hakikatnya sangat teratur dan tersusun rapi”.
Kriteria / ukuran untuk menetapkan ada / tidaknya munasabah (relevansi) antara ayat-ayat dan antara surat-surat adalah tamatsul dan tasyabuh (persamaan / persesuaian) antara maudhu’-maudhu’nya. Maka apabila ayat-ayat / surat-surat itu mengenai hal-hal yang ada kesamaan / kesatuan yang berhubungan ayat-ayat permulaannya dengan ayat-ayat penghabisannya maka terdapatlah munasabah / relevansi antara antara ayat-ayat atau surat-surat secara logis dan dapat diterima. Dan apabila mengenai ayat-ayat / surat-surat yang berbeda-beda sebab turunnya dan tentang hal-hal yang tidak sama atau serupa, maka sudah tentu tidak ada munasabah / relevansi antara ayat-ayat / surat-surat itu.
Dengan kriteria tersebut, maka dapat dibayangkan bahwa letak / titik persesuaian (munasabah / relevansi)antara ayat-ayat dan antara surat-surat itu kadang-kadang tampak jelas dan kadang-kadang tidak tampak, dan bahwa jelasnya letak munasabah antara ayat-ayat itu sedikit kemungkinannya, sebaliknya terlihatnya dengan jelas letak munasabah antara surat-surat itu jarang sekali kemungkinannya. Dan hal ini disebabkan karena pembicaraan mengenai suatu hal jarang bisa sempurna hanya dengan satu ayat saja. Karena itu berturut-turut beberapa ayat mengenai satu maudhu’ untuk mengutarakan dan menerangka تو كيد ا و تفسيراatau untuk menghubungkan dan memberi penjelasan عطفا و بيا نا atau untuk mengecualikan dan mengkhususkan ا ستثناء و حصرا atau untuk menengahi dan mengakhiri pembicaraan اعتراضا و تذ بيلا sehingga ayat-ayat yang beriring-iringan itu merupakan satu kelompok ayat yang sebanding dan serupa.
Kedua pendapat itu baiknya kita pikirkan bersama, karena keduanya adalah dari buah pikiran mereka masing-masing. Hanya kami berpendapat dan berpendirian, bahwa kemungkinan besar ayat-ayat yang tertulis di dalam tiap-tiap surat al-Qur’an itu ada hubungannya satu dengan yang lain.
A. KESIMPULAN
Setiap penyusunan ayat, surat, maupun juz dalam al-Qur’an memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Maka, mempeajari munasabah akan sangat membantu dalam penafsiran maupun pemahaman kandungan ayat dan surat dalam al-Qur’an. Munasabah sangatlah berperan dalam menafsirkan al-Qur’an karena tanpa mempelajari dan mengetahui munasabah, akan sangat sulit untuk menguak isi kandungan dalam setiap ayat karena tidak semua ayat bisa dipahami secara komprehensif hanya dengan mengetahui asbab an-Nuzulnya saja.
Namun sayangnya, banyak yang tidak mengetahui ilmu ini dan terkesan menomorduakan denga asbab an-Nuzul dalam al-Qur’an. Padahal, penguasaan atas munasabah akan sangat membantu dalam penyimpulan dan penafsiran al-Qur’an. Mempelajari munasabah tidak hanya akan menambah wawasan saja, akan tetapi juga akan melatih kepekaan seseorang untuk melihat suatu kaitan dalam berbagai hal.
No comments:
Post a Comment