SIFAT MUNASABAH - Ulumul Qur'an
MAKALAH
SIFAT MUNASABAH
MAKALAH DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH ULUMUL QUR’AN
Dosen Pembimbing
AFIFUL IKHWAN, M. Pd,I
Disusun Oleh
EFIANA DWI PUSPITA
KHOIRUL ANAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM TULUNGAGUNG
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Selawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam makalah “Sifat Munasabah” ini, penulis bermaksud menjelaskan secara detail akan pengertian muasabah dan macam-macam munasabah. Adapun tujuan selanjutnya adalah untuk memenuhi salah satu syarat tugas mata kuliah Ulumul Qur’an.
Akhir kata “ tak ada gading yang tak retak”, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………........…………………………………...……...……..….1
Daftar Isi………………………………….......……………………………,,……..2
1. BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………........………………………………3
1.2 Rumusan Masalah………………........…………………………...3
2. BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Munasabah………………………………....…..….…..4
2.2 Macam-macam Munasabah………………………..….......………4
2.3 Fungsi Mempelajari Munasabah……..…………...….......………11
3. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan…...……………………………….……......…..….12
4. DAFTAR PUSTAKA…...…………………………….....….....………..13
Bab I
Pendahuluan
A.latar belakang masalah
Al-Qur'an yang menjadi sumber ajaran Islam yang pertama ini, memiliki keunikan yang sangat mengesankan dan mengagumkan. Dikaji dari berbagai sudut pandang dan metodologi yang beragam, bukannya habis, akan tetapi justru bertambah mengagumkan. Kitab al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah dalam jangka waktu 23 Tahun ini, berisi tentang berbagai petunjuk dan peraturan-peraturan yang disyariatkan karena beberapa sebab dan hikmah yang bermacam-macam.Ayat-ayatnya diturunkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dibutuhkan. Susunan ayat-ayat dan suratnya sangat tertib, sehingga tampak adanya persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain dan antara surat yang satu dengan surat yang lain.
Oleh karena, itu muncul sebuah cabang ilmu yang khusus membahas tentang persesuaian-persesuaian itu, atau yang menurut ulama tafsir digolongkan salah satu ilmu al-Qur'an yang disebut sebagai ilmu munasabah. Ilmu munasabah dapat juga berperan menggantikan ilmu asbab an-Nuzul, apabila seseorang tidak mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tetapi seseorang bisa mengetahui dengan adanya korelasi ayat satu dengan ayat yang lain.
Maka makalah akan membahas perihal yang berkaitan dengan:
1. Apa pengertian ilmu Al-Munasabah ?
2. Berapa macam-macam ilmu munasabah dalam Quran?
3. Apa saja sifat-sifat munasabah?
4. Mengapa perlu ilmu munasabah ?
Bab II
Pembahasan
A. Pengertian Munasabah
Munasabah dalam pengertian bahasa adalah, sesuai, mendekati dan menyererupai.Dalam pengertian istilah ada beberapa pendapat, menurut Manna al-Qathan, munasabah adalah segi-segi hubungan antara satu kata dengan kata yang lain dalam satu ayat, antara satu ayat yang lain, atau antar surat dengan surat yang lain.H Hasbi membatasi pengertian munasah kepada ayat-ayat atau antar ayat saja. Az-Zarkasi dan as-Suyuti merumuskan yang dimaksud dengan munasah ialah hubungan yang mencakup antar ayat ataupun antar surat.
Menurut penulis, definisi yang disebutkan tersebut sesuai dengan aspek kajian yang terdapat pada munasabah, yaitu pembahasan yang mencakup pada ayat satu dengan ayat lain, maupun surat satu dengan surat yang lain. Akan tetapi, penulis kurang setuju dengan pendapat yang yang dilontarkan oleh Hasbi as-Shiddiqy dalam mendefinisikan munasabah yang hanya dibatasi antar surat, padahal jika munasabah dibatasi hanya pada ayat ke ayat, akan membentuk satu pemahaman bahwa antara surat satu dengan surat yang lain itu tidak ada hubungannya, hal ini akan menjadikan al-Qur’an itu kurang sempurna, karena di antara surat satu dengan yang lain tidak saling berhubungan dan berkaitan.
B. Macam-Macam Munasabah
Munasabah bila ditinjau dari berbagai segi, itu ada berberapa macam, di antaranya:
a. Macam-macam sifat munasabah
Ditinjau dari segi sifat, munasabah itu ada dua macam, yaitu :
Pertama, Dhaahirul irtibath (persesuaian yang nyata atau persesuaian yang tampak jelas), yaitu persesuaian atau persambungan pada ayat al-Qur'an yang amat kuat dan erat sekali. Sehingga yang satu tidak bisa menjadi kalimat yang sempurna, apabila dipisahkan dari kalimat yang lain. Maka deretan beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi, kadang-kadang ayat satu itu berupa penguat, penafsir, penyambung, penjelasan, pengecualian atau pembatasan dari ayat yang lain, sehingg semua ayat-ayat tersebut tampak sebagai satu kesatuan yang sama. Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surat al-Isra’:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى
Artinya: “Maha Suci Allah yang memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari masjidil Haram ke Masjidil Aqsa.”
Ayat tersebut menerangkan isra’ Nabi Muhammad saw. Selanjutnya, ayat 2 surat al-Isra’ yang berbunyi:
وَءَاتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ
Artinya: “Dan Kami berikan kepada Musa Kitab (Taurat) dan Kami jadikan Kitab Taurat itu menjadi petunjuk bagi Bani Israil.”
Ayat tersebut menjelaskan diturunkannya Kitab Taurat kepada Nabi Musa a.s.
Persesuaiannya antara kedua ayat tersebut ialah tampak jelas, yaitu kedua-duanya diutus oleh Allah, dan keduanya diisra’kan.Nabi Muhammad dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa, sedangkan Nabi Musa dari Mesir ke Madyan.
Kedua, Khafiyu al-Irtibath (persesuaian yang tidak jelas) atau samarnya persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain, sehinga tidak nampak adanya hubungan antara keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat itu berdiri sendiri, baik ayat yang satu diathafkan kepada ayat yang lain, atau karena yang satu bertentangan dengan yang lainnya.Contohnya, seperti hubungan antara ayaat 189 surah Al-Baqarah dengan ayat 190 surah Al-Baqarah. Ayat 189 surah Al-Baqarah tersebut berbunyi:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan tsabit. Katakanlah, bulan tsabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji “
Ayat tersebut menerangkan bulan tsabit atau tanggal-tanggal untuk tanda-tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji.
Sedangkan ayat 190 surah al-Baqarah berbunyi:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا
Artinya: “ Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampui batas.”
Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang kepada orang-orang yang menyerang umat Islam. Sepintas, antara kedua ayat tersebut seperti tidak ada hubungannya atau hubungan yang satu dengan yang lainnya samar. Padahal sebenarnya ada hubungan antara kedua ayat tersebut, yaitu ayat 189 surah Al-Baqarah mengenai soal waktu untuk haji, sedangkan ayat 190 surah Al-Baqarah menerangkan: Sebenarnya, waktu haji itu umat Islam dilarang berperang, tetapi jika ia diserang lebih dahulu, maka serangan-serangan musuh itu harus dibalas, walaupun pada musim haji.
b. Macam-macam Materi Munasabah
1. Munasabah Antar Ayat
Munasabah antar ayat ini, berbentuk persambungan ayat satu dengan yang lainnya. Munasabah ini berbentuk persambungan-persambungan, di antaranya sebagai berikut:
Pertama, diathafkankannya ayat satu dengan ayat lain, seperti surat Ali ‘Imran ayat 103 dengan ayat 102, contoh:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
Artinya: “dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai berai.” (QS. 3:103)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benarnya bertaqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragana Islam.” (QS. 3:102)
Kedua ayat ini menyuruh perpegang teguh kepada Allah, munasabah dengan athaf ini ialah untuk menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama (an-Nadziiraini).
Kedua, tidak diathafkan anatara ayat satu dengan lainnya, seperti surat Ali Imran ayat 11 dengan ayat 10, contoh:
كَدَأْبِ ءَالِ فِرْعَوْنَ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
Artinya: “Keadaan mereka adalah sebagai keadaan kaum fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya, mereka mendustakan ayat-ayat Kami.” (QS. 3:11)
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَأُولَئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mreka sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itulah bahan bakar api neraka.” (QS. 3:10)
Dalam kedua ayat ini tampak adanya hubungan yang kuat, ayat 11 itu dianggap sebagai kelanjutan dari ayat ke 10.
Ketiga, digabungkannya dua hal yang sama, seperti persambungan antara ayat 5 dan 4 dari surat al-Anfal:
كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ
Artinya: “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagaian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.” (QS. 8:5)
أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Artinya: “Itulah orang-orang yang beriman dengan sbenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” (QS. 8:4)
Ayat-ayat di atas sama-sama menerangkan tentang kebenaran.Ayat 5 menerangkan kebenaran bahwa Nabi diperintah hijrah dan ayat 4 menerangkan kebenaran status mereka sebagai kaum mukminin.
Keempat, dikumpulkan dua hal yang kontradiksi (al-Mutasashddatu). Seperti dikumpulkan ayat 95 dan 94 surat al-At’raf:
ثُمَّ بَدَّلْنَا مَكَانَ السَّيِّئَةِ الْحَسَنَةَ حَتَّى عَفَوْا وَقَالُوا قَدْ مَسَّ ءَابَاءَنَا الضَّرَّاءُ وَالسَّرَّاءُ
Artinya: “Kemudian Kami ganti kesusuhan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: “Sesungguhnya nenek moyang kami pun telah merasakan penderitaan dan kesenangan.” (QS. 7:95)
وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا أَخَذْنَا أَهْلَهَا بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَضَّرَّعُونَ
Artinya: “Kami tidaklah mengutus seseorang Nabi pun kepada suatau negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu) ,elainkan kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri.” (QS. 7:94)
Ayat 94 tersebut menerangkan ditimpakannya kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, tetapi ayat 95 menjelaskan kesusahan dan kesempitan itu diganti dengan kesenangan.
Kelima, dipindahkannya satu pembicaraan, sebagaimana ayat 55 dan 54 dari surat Shaad:
هَذَا وَإِنَّ لِلطَّاغِينَ لَشَرَّ مَآبٍ
Artinya: “beginilah (keadaan mereka), sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka, benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk.” (QS. 38:55)
Dari membicarakan nasib orang-orang yang durhaka yang benar-benar akan kembali ke tempat yang buruk sekali, dialihkan membicarakan rezeki dari para ahli surga, sebagaimana ayat di bawah ini :
إِنَّ هَذَا لَرِزْقُنَا مَا لَهُ مِنْ نَفَادٍ
Artinya: “Sesungguhnya ini adalah benar-benar rezeki dri Kami tiada habis-habisnya.” (QS. 38:54)
2. Munasabah Antar Surat
Munasabah antar surat ini, terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya:
Pertama, munasabah antar surat dalam soal materinya, yaitu materi surat yang satu sama dengan materi surat yang lain. Contohnya, seperti surat al-Baqarah dan surat al-Fatehah, keduanya sama-sama menerangkan tiga hal kandungan al-Qur'an, di antaranya masalah aqidah, ibadah, muamalah, kisah, dan janji serta ancaman. Di dalam surat al-Fatihah dijelaskan secara rinci, sedangkan di dalam surat al-Baqarah diterangkan secara panjang lebar.
Kedua, persesuaian antara permulaan surat dengan penutupan surat sebelumnya.Contohnya, seperti awalan surat al-An’am ayat 1 yang berbunyi:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi.” (QS. 6:1)
Awalan surat al-An’am tersebut sesuai dengan akhiran surat al-Maidah yang berbunyi:
لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا فِيهِنَّ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. 5:120)
Ketiga, persesuaian antara pembukaan dan akhiran suatu surat. Contohnya, seperti persesuaian antara awal surat al-Baqarah:
الم. ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Artinya: “Alif, Laam, Miim. Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (QS. 2:1-2)
Awal surat al-Baqarah tersebut sesuai dengan akhirannya yang memerintahkan supaya berdo’ayat agar tidak disiksa oleh Allah, bila lupa atau bersalah:
وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Artinya: “Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami, Engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum-kaum yang kafir.” (QS. 2:286)
C. Urgensi atau fungsi Mempelajari Ilmu Munasabah
1. Mengetahui persambungan antara ayat dengan ayat, surat dengan surat, sehingga memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap al-Qur'an dan akan memperkuat keyakiana terhadap kewahyuan dan kemu’jizatannya.
2. Dapat mengetahui mutu dan kualitas bahasa al-Qur'an yang jauh dari pertentangan-pertentangan, baik antara ayat satu dengan ayat lainnya, maupun surat satu dengan surat lainnya.
3. Sangat membantu di dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, karena dengan mengetahui hubungan antar ayat, akan mempermudah dalam memahami isi kandungannya dan pengistimbatan hukum-hukum di dalamnya.
BabIII
PENUTUP
1.Munasabah berarti hubungan, persesuaian dan keterkaitan.Ataujuga“Kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Alquran, baik antara surat maupun ayat-ayatnya, yang menghubungkan antara uraian yang satu dengan lainnya”.Menurut Manna’ Khalil al-Qaththan :Munasabah adalah segi-segi keterkaitan antara beberapa kalimat (jumlah) dalam satu ayat, atau antara ayat dengan ayat dalam satu surat, serta antara surat dengan surat (dalam Alquran).
2.Macam-macam munasabah di bagi dua yaitu berdasarkan sifat dan berdasarkan materi.
3.Sifat munasabah ada dua macam yaitu pertama:Persesuaian yang nyata(dzahirul istibath) yang kedua:Persesuaian tidak jelas(Khatiyul istibath).
4.Pengetahuan tentang munasabah dapat mempermudah seseorang yang akan memahami Alquran dan berupaya menafsirkannya. Karena itu para mufassir memerlukan pemahaman yang utuh terhadap makna suatu ayat yang dilihat dari keterkaitannya dengan ayat-ayat lain yang terletak sebelum maupun sesudahnya.Hal ini dapat menghindari pemahaman ayat secara parsial yang berakibat pada kekeliruanmakna.
No comments:
Post a Comment